Oleh: Irfan Syauqi Beik, SE, MSc, Ph.D
Anggota Badan Wakaf Indonesia
Potensi wakaf sangat besar, namun realisasinya masih sangat minin,
masih ada kesenjangan antar realisasi dan potensi, tetapi kita tetap optimis bahwa instrumen-instrumen
dana sosial ini dapat
kita optimalkan kedepan, karena didukung suatu fakta
bahwa semangat berbagi masyarakat Indonesia ini sangat luar biasa. Dalam World Giving Index tahun 2020 yang
baru saja dirilis, Indonesia kembali jadi
nomor satu sebagai negara yang warganya paling
dermawan. Jadi upaya untuk bagaimana memanfaatkan semangat kedermawanan ini perlu terus kita dorong termasuk tentunya dalam konteks wakaf.
Kalau kita melihat sejarah bagaimana awalnya muncul Waqf Core Principle (WCP) ini bisa muncul, saya ingin mengawali saat terjadinya krisis global tahun 2008 yang sangat luar biasa yang berawal dari krisis kredit
perumahan untuk orang-orang yang tidak layak menerima kredit perumahan di
Amerika Serikat. Belajar dari krisis tersebut, Bank
Dunia mengembangkan satu program asessment yang disebut FSAP
(Financial Sector Asessment Program)
sebagai early
warning
System atau sistem deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya
krisis, bagi negara-negara di dunia
agar bisa menghindari krisis keuangan dan ekonomi di masa depan. Inspirasi dari World Bank kemudian diikuti oleh Islamic
Development Bank, melalui IRTI yang
sekarang menjadi Islamic Development Bank
Institute pada saat itu dibawah pimpinan Prof. Azmi Umar menunjuk Tim untuk
mengembangkan FSAP for Islamic Finance,
dokumen ini berbicara tentang sektor-sektor yang perlu
dianalisis untuk menilai tingkat kesehatan sistem keuangan syariah dan sistem
perekonomian syariah di suatu negara. Kemudian FSAP for Islamic Finance ini diworkshopkan dalam satu pertemuan
pada bulan Desember 2012,
dalam forum itu ada satu sektor yang dimasukkan untuk menjadi bagian dari asessment terkait stabilitas dan
kesehatan sistem keuangan syariah yaitu ZISWAF, sempat terjadi perdebatan waktu itu, tetapi setelah kita
jelaskan akhirnya disepakati dan kemudian difollow up lagi untuk dibuat Workshop on Islamic
Social Finance pada Februari 2013.
Pada
bulan Agustus tahun 2014 IDB, BAZNAS dan Bank Indonesia sepakat untuk
membuat Working Group International untuk
menyusun formulasi Zakat Core Principle kemudian
dilaunching pada saat KTT kemanusiaan PBB tanggal 23-24 Mei 2016 di Istanbul. Paralel dengan ZCP pada tahun berikutnya yaitu tahun 2015
dimulailah pembahasan Waqf Core Principle (WCP) kerjasama IDB, BWI dan Bank
Indonesia, dilaunching di Bali tanggal 14 Oktober 2018 pada saat sidang tahunan
IMF dan World Bank.
ZISWAF
ini diikut sertakan dalam Islamic Social
Finance karena mempunyai implikasi dalam kontek sistem ekonomi. Zakat yang
fokus pada low income society, ini
bisa menggerakkan konsumsi dan produksi, begitu juga dengan wakaf yang sangat
fleksibel yang bisa fokus pada low income society, infrastructure
development, yang ujungnya juga bisa
meningkatkat produksi dan konsumsi. Dan ada satu hal yang sangat menarik bahwa ZISWAF tidak membebani negara, jadi jika misalnya semua lembaga
ZISWAF bubar, tidak ada efect cost
yang harus ditanggung negara tidak ada, jadi tidak akan membebani keuangan
negara. Tetapi kalau zakat dan wakaf ini bisa dikembangakan maka akan
memberikan dampak positif yang sangat luar biasa untuk menggerakkan ekonomi
negara. Jadi keterlibatan zakat wakaf ini menjadi sangat penting dalam pembangunan ekonomi.
Tujuan WCP memberi satu deskripsi tentang kedudukan dan peran sistem pengelolaan dan pengawasan wakaf dalam program
pembangunan. WCP juga menjelaskan pendekatan metodeloginya,
untuk menentukan satu sistem wakaf baik
atau tidak.
Metodelogi
dari WCP adalah Membandingkan
antara regulasi keuangan yang sudah mapan dengan sifat dasar pengelolaan wakaf.
Jadi WCP ini mencarii sumber referensi perbandingan. Kalau dilihat dari sektor
lain, sebagai referensi perbandingan yang paling dekat adalah yang sudah dipraktikkan
dalam perbankan yaitu BCP
(Basel Core Principles), dengan
mengasumsikan bahwa sektor keuangan perbankan adalah higly regulated. Bahkan kalau sistem perbankan syariah bukan lagi higly regulated, tetapi ultra regulated. Ini dibandingkan untuk
mengetahui adakah yang masih relevan untuk pengelolaan wakaf, apakah regulasinya
bisa diadopsi untuk pengelolaan dan pengawasan wakaf dari sisi metodelogi.
Kemudian
kita membangun pengawasan yang efektif, jadi ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan, pertama, kita ingin mendorong
penguatan frame work dalam perumusan
kebijakan pengelolaan wakaf, selain kebijakan juga perlu
infrastruktur publik yang baik, misalnya standar manajemen, akutansi, dan database yang kredibel dan go
digital. Berikutnya adalah frame work yang jelas untuk kegiatan pengumpulan,
investasi, pengelolaan, dan penyaluran wakaf.
Lalu bagaimana perbandingan Waqf Core Principle (WCP) dan Zakat Core Principle (ZCP). WCP lebih
kompleks dibandingkan ZCP, karena
wakaf ini adalah irisan antara komersil dan sosial, kalau ZCP itu pure sosial, sedangkan
wakaf adalah kombinasi walau ujungnya juga sosial tetapi bisa melakukan
pendekatan komersial dan pendekatan sosial, sehingga core prinsiple dari waqaf lebih banyak jumlah komponennya. ZCP sudah diadopsi oleh The World Zakat Forum.
Ada lima dimensi WCP: dasar hukum, supervisi atau
pengawasan wakaf, good nazir governance, manajemen risiko, dan tata kelola
syariah. Kemudian kriteria dari setiap core principle tersebut ada yang disebut esensial
criteria, yaitu kriteria yang harus ada atau kriteria utama, dan additional criteria atau kriteria
tambahan yang relevan. Beberapa hal diatur dalam WCP terkait pendekatan
pengawasan, tehnik supervisi, dan pelaporan.
Terakhir, saya melihat tiga manfaat WCP, pertama dari sisi
pengembangan sistem, ini manfaatnya luar
biasa. Manfaat kedua,
dalam konteks penyusunan kebijakan, WCP akan sangat membantu. Dan
manfaat yang ketiga, WCP menjadi referensi keilmuan untuk pengembangan wakaf. Karena itu,
dunia wakaf harus menjadi produsen ilmu.
*Disarikan oleh Juliani Jacob dan Sayed M Husen dari Seri-3 Pelatihan Nazir Secara Virtual,
29 Juli 2021