Saatnya UU Wakaf Diubah

  • Share this:
post-title

Oleh: Dr. Ahmad Juwaini

Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS


Kalau kita hitung usia Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf sudah 17 tahun. Sebelumnya, kita juga ada undang-undang pertanahan yang di dalamnya disebut tentang wakaf. Ini undang-undang lama, saatnya UU wakaf dilakukan perubahan. Ada beberapa hal yang harus direvisi karena didorong oleh perkembangan teknologi digital yang berpengaruh terhadap perkembangan wakaf.

 

Perkembangan wakaf di Indonesia dimulai dari instruksi bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Pertanahan Nasional tahun 1977 yang mengatur tentang sertifikat tanah wakaf. Kemudian dilanjutkan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004, berdirinya Badan Wakaf Indonesia tahun 2007 dan KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah) tahun 2016. Perkembangan wakaf berikutnya adalah penerbitan cash waqf linked sukuk tahun 2020.

 

Pada tahun 2006 disahkan PP Nomor 42 tahun 2006 dan PP Nomor 25 tahun 2018.  Ini perubahan terhadap PP Nomor 42 tahun 2006. Tahun 2014 peluncuran modul Sistem Informasi Wakaf (SIWAK), kemudian tahun 2018 dirumuskan WCP (Waqf Core Principles) yang diformulasikan untuk memberikan deskripsi ringkas tentang posisi, peran dan prinsip-prinsip inti manajemen dan sistem pengawasan wakaf dalam pengembangan ekonomi.

 

Berkembangnya regulasi wakaf secara modern di Indonesia dimulai sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Sebeluamnya MUI telah menetapkan fatwa wakaf uang tahun 2002 yang berisi tentang wakaf uang hukumnya jawaz (boleh), yang kemudian diakomodir dalam UU wakaf. 

 

Wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

 

Dalam hal ini, wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum.

 

Ada lima unsur wakaf menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004: benda wakaf, wakif, nazir, ikrar wakaf dan mauquf alaih (peruntukan wakaf). Berdasarkan pasal 9 UU Nomor 41 tahun 2004, nazir meliputi: nazir perseorangan, nazir organisasi dan nazir badan hukum.

 

Jenis-jenis wakaf ada tiga: Pertama, aset tidak bergerak berupa tanah, bangunan, tanaman, hak milik rumah susun, benda bergerak lain. Kedua, aset bergerak selain uang (karena sifatnya bisa diwakafkan seperti pesawat, kapal, mesin, kendaraan bermotor, logam, batu mulia, dan benda lain yang memiliki manfaat jangka panjang. Selain itu, surat berharga syariah seperti saham, surat utang negara, obligasi pada umummnya, surat berharga lainnya, HAKI meliputi hak cipta, hak merek, hak paten, hak desain indutri, hak rahasia dagang, dan lain-lain. Ketiga, aset bergerak berupa uang.

 

Realita pengelolaan wakaf uang dapat berupa uang atau wakaf melalui uang. Pada wakaf melalui uang, harta wakaf adalah aset yang diadakan dari pengumpulan uang, misal melalui uang proyek sosial seperti masjid, pesantren, jembatan, dan wakaf uang melalui proyek produktif, seperti sawah pertanian, rumah sewa, sekolah berbayar dan lainnya.

 

Sedangkan pada wakaf uang, harta wakaf adalah uang yang terhimpun dari wakif. Wakaf uang pengelolaan tidak langsung seperti produk keuangan syariah, deposito bank syariah, sukuk negara, dan lain-lain. Kemudian wakaf uang yang pengelolaannya secara langsung atau sektor riil, seperti rumah sakit, minimarket, air minum kemasan, dan lainnya.

 

*Disarikan oleh Juliani dan Sayed MH dari presentasi pada Pelatihan Nazir Secara Vitual, 8 Juli 2021