Mengembalikan Tanah Wakaf Blang Padang

  • Share this:
post-title

Oleh: H. Abdul Gani Isa
Ketua BWI Aceh

Saya sering menerima  pesan baik melalui HP, WhatApp, dan lainnya yang menanyakan status tanah Blang Padang, yang selama ini viral di medsos seperti “Blang Padang Milik Siapa”, Blang Padang Bukan Milik TNI”, “Blang Padang Bukan Milik Pemerintah Aceh”. Tulisan lain juga kita baca “Kembalikan Tanah Blang Padang ke Masjid Raya Baiturrahman”.

Sebagai Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Perwakilan Aceh, saya terus dan ingin mencari, menggali informasi, setidaknya bisa memberi jawaban tentang status dan kedudukan tanah Blang Padang, siapa pemilik,  yang berhak mengelola, dan mengurusnya.

Fakta Sejarah

Dalam buku yang ditulis Van Langen disebutkan, Blang Padang dan Blang Punge merupakan umeung musara (tanah wakaf) Masjid Raya.  Karel Frederik Hendrik Van Langen, salah seorang pegawai pemerintah Belanda yang diperbantukan di kantor Gubernur Aceh dan daerah taklukannya tahun 1879. ”Tanah wakaf ini tidak boleh diperjualbelikan atau dijadikan harta warisan dan  tidak ada pihak yang dapat menggangu gugat status keberadaan hak miliknya.” Belanda saja tidak berani mengotak-atik tanah wakaf itu, mengapa ada pihak-pihak tertentu yang berbuat lebih dari sepak terjang Belanda?

Status Hukum Wakaf

Dalam rapat tanggal 27 Maret 2023 di Kantor Gubernur Aceh, yang secara khusus membicarakan pengembalian tanah Blang Padang kepada pemilik yang sebenarnya, dihadiri sejumlah undangan terdiri dari  instansi terkait menyepakati tanah Blang Padang adalah adalah tanah wakaf yang diberikan oleh sultan untuk membiayai kesejahteraan para imam dan lainnya  yang bertugas di Masjid Raya Baiturrahman.

Kesepakatan itu diambil setelah mendengar penjelasan Kepala Badan Pengelola Keuangan Aceh, yang secara khusus ditugaskan ke Leiden Belanda bersama Kepala BAPPEDA Aceh untuk menelusuri dan mencari data tambahan. Dalam Peta yang diperlihatkan jelas terlihat bahwa lokasi Tanah  Blang Padang dan Tanah Blang Punge tidak ada bendera KNIL. Ini menunjukkan kedua lokasi tersebut diakui oleh penjajah bukan miliknya.

Setelah peserta memberikan pandangan, saya mempertegas kembali baik dilihat dari aspek fikih, dan regulasi yang ada, pertama, status hukum tanah wakaf sudah sangat jelas, tidak boleh diutak atik oleh siapapun karena ia “Milik Allah” La yuba’u, wala yuhabu wala yuratsu (tidak boleh diperjualbelikan, tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh diwariskan). Bahkan, dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan “untuk agunan di Bank pun tidak dibenarkan. Nadzir sebagai penerima amanah wajib mengelolanya sesuai “Ikrar Wakaf” dari si wakif.

Kedua, beberapa informasi dan riwayat itu sama keterangannya, maka semakin memperkuat argumen, bahwa Tanah Blang Padang itu yang saat ini viral di medsos adalah benar-benar wakaf Masjid Raya Baiturrahman Aceh. 

Ketiga, adalah keliru dan tidak pada tempatnya bila Pemerintah Aceh dan semua yang mengetahui itu tanah wakaf tidak peduli untuk menyelamatkannya. Keempat, Tanah Blang Punge sudah disertifikasi, yang sekarang tempat perumahan Imam Masjid Raya Baiturrahman dan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah. Ini menjadi bukti tanah Blang Padang sebagaimana ditulis Van Langen itu adalah tanah wakaf Masjid Raya Baiturrahman.

Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa saran, pertama, perlu menyiapkan dokumen alas hak oleh nadzir untuk didaftarkan ke PPAIW/KUA setempat. Kedua, setelah dokumen lengkap kita terus melakukan lobi dengan stackholder terkait termasuk dengan KODAM IM. Ketiga, sebagai Ketua BWI Aceh saya mengharapkan kepada Pemerintah Aceh dan semua pegiat dan pihak yang peduli wakaf terus bekerja tanpa henti sebelum Tanah Blang Padang diserahkan ke Masjid Raya Baiturrahman melalui nadzir.

Semoga Allah mudahkan, dengan niat tulus dan ikhlas kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.