Mendesain Wakaf Produktif

  • Share this:
post-title

Oleh: Dr. Tika Widiastuti, SE, M.Si

Dosen FEB Unair, Surabaya.


Ketika kita berbicara mengenai wakaf, pasti yang menjadi pekerjaan rumah adalah bagaimana mendesain wakaf produktif. Karena ketika sekarang besaran wakaf yang sudah lumayan,  jika tidak produktif, maka tidak maksimal dalam pemanfaatannya.  

Seiring dengan pandemi, justru ini kesempatan kita bersama-sama menegakkan apa yang memang Allah Swt anjurkan. Jangan sampai kita lengah walau dalam kondisi covid, sebab persoalan wakaf bukan main-main.

Saya tidak pernah bosan membaca buku wakaf, karena mungkin dengan definisi wakaf yang berbeda bisa memberikan sentuhan batin untuk orang berwakaf. Mungkin orang belum tersentuh berwakaf dengan definisi wakaf yang sudah umum diketahui, tetapi bisa tersentuh dengan definisi lain. Jadi kita perlu perbanyak referensi wakaf.

Pekerjaan rumah kita lainnya bagaimana menjadikan wakaf berkelanjutan. Harapannya, akan menjadi sumber dana abadi bagi pembiayaan kebutuhan umat, kemudian jangan dilupakan bahwa yang harus dipikirkan adalah maukuf ‘alaih (peruntukan wakaf), menghadirkan manfaat sebesar-besarnya. Kita lihat dalam sejarah awal pemerintahan Islam, wakaf difokuskan dari aspek ekonominya.

Kalau kita mencari dari beberapa jurnal dan mengkaji tentang wakaf, secara umum skema wakaf produktif yang individu, organisasi dan institusi wakifnya, mereka memberikan wakaf tunai kepada nazir dan diinvestasikan sesuai prinsip syariah.  Kemudian dari pengelolaannya 10 persen kembali kepada nazir untuk manajemen pengelolaan dan 90 persen untuk maukuf ‘alaih. 

Nazir dapat bekerjasama dengan stakeholder, investor atau dimasukkan langsung pada aset produktif, bekerjasama dengan LKS PWU (Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang) yang menjadi funding wakaf uang, dengan mekanisme mudharabah muqayyadah.

Ada juga skema pengelolaan wakaf dengan mengelaborasi asuransi. Ada gerakan wakaf go to kampus.  Dengan semua ini kita berharap tidak akan lama lagi semakin banyak generasi muda yang menjadi duta wakaf. Mereka nanti menjadi kekuatan pengembangan wakaf.  Seharusnya kita berhasil mengedukasi mahasiswa untuk berwakaf walau hanya seribu rupiah. Tidak perlu menunggu menjadi kaya dulu baru jadi wakif. Orang cerdas adalah orang yang mempersiapkan kematiannya sebaik mungkin.

Ada skema wakaf produktif di Universitas Airlangga (Unair). Tidak perlu rumit-rumit. Nazirnya melekat pada pimpinan Unair dan dalam pelaksanaannya rektor menunjuk Puspas (Pusat Pengelola Dana Sosial) untuk mengelola dan secara rutin memberikan laporan pertanggung jawaban kepada pimpinan Unair sebagai pemegang sertifikat nazir. Kita menyasar yang produktif dengan program Griya Khatijah. Ini adalah rumah yang diwakafkan oleh alumni Unair kepada Unair.  Griya Khatijaf diberikan kepada sebagian mahasiswa dengan pembebasan biaya dan sebagian lain disewakan. Hal ini dilakukan dengan pola bagi hasil dan pengembalian investasi 6 bulan sekali.

Selain itu, zakat produktif di Indonesia dikenal dengan wakaf peduli Indonesia atau Kalisa. Ini sangat diminati dan bagus perkembangannya, sehingga  bisa terkumpul wakaf uang dalam jumlah besar di masa pandemi. Kita bisa terus kembangkan berbagai skema wakaf produtif lainnya di Aceh dan Indonesia.*

*Disarikan oleh Juliani dan Sayed MH dari Pelatihan Nazir Seri-2, Kamis, 15 Juli 2021