Harta dalam Perspektif Islam

  • Share this:
post-title

Ramadan ini merupakan tahun ketiga kantor kami, Baitul Mal Aceh membuat kajian keislaman. Kajian yang diberi nama Majelis Ilmiah Ramadaniah bekerjasama dengan Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh.

Sesuai jadwal, Selasa (22/05/2018), yang mengisi kajian yaitu mantan Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Dr Munawar A Jalil MA dengan tema “Harta dalam pespektif Islam”.

Kajian ini biasanya setelah pemberian materi, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan para jamaah. Namun kali ini tanya jawab terpaksa ditiadakan lantaran Dr Munawar terlalu panjang memberikan materi.

Ada banyak hal yang menarik yang ia sampaikan dalam ceramah lebih kurang 30 menit tersebut. Mulai dari hikmah Ramadan, sejarah kedermawanan Rasulullah Saw, hingga harta-harta yang dapat dibawa hingga ke liang lahat.

Di antara penyampaian panjang lebar tersebut yang masih teringat dalam benak saya yaitu tentang pemanfataan harta kita selama hidup di dunia. Kita lihat banyak orang sibuk cari uang siang dan malam. Bahkan ada yang rela dari satu tempat ke tempat yang lain hanya untuk memperoleh rupiah.

Namun sayangnya, ada sebagian orang malah gara-gara sibuk mencari harta hingga lupa kepada Pemberi harta. Mereka lupa kepada yang empunya rezeki yaitu Allah Swt. Gara-gara mencari harta lupa salat, tinggal puasa, yang lebih parah lagi enggan mengeluarkan zakat dan sedekah. Padahal dalam hartanya memiliki hak-hak fakir miskin yang harus ia tunaikan.

Pada hakikatnya, dalam pandangan Islam, harta yang kita miliki bukanlah harta kita, melainkan semua titipan dari Allah Swt. Kita tidak tahu kapan harta itu diambil oleh Allah Swt secara tiba-tiba. Kita tak bisa mengklaim itu harta kita seutuhnya ketika nyawa sudah terpisah dari badan.

Sebagai contoh, kita memiliki tabungan di bank dengan jumlah miliaran rupiah. Suatu hari kita mengajak saudara kita atau siapapun untuk mengambil uang tersebut ke bank. Dalam perjalanan, tiba-tiba malaikat maut telah menunggu kita di persimpangan jalan untuk dicabut nyawa dan kita meninggal di sana.

Semua harta yang kita miliki tadi seketika putus hubungan dengan kita. Semua sudah menjadi hak ahli waris. Menjadi hak anak, istri dan saudara-saudara kita. Padahal semasa hidup kita mencari rezeki dengan sungguh-sungguh siang dan malam.

Orang lain ke masjid ketika azan berkumandang, kita melanjutkan pekerjaan kita. Orang-orang sibuk menyiapkan diri salat Magrib, kita sibuk menghitung-hitung keuntungan kita. Hanya karena harta kita lupa segalanya. Hal yang lazim kita dengar bahwa godaan dunia hanya tiga yaitu perempuan, tahta, dan harta.

Namun, hanya satu cara agar harta tersebut benar-benar menjadi abadi milik kita yaitu dengan cara bersedekah. Harta yang kita miliki kita belanja di jalan Allah. Kita sisihkan harta kita untuk membayar zakat dan menolong orang-orang yang lemah.

Ketika harta yang kita keluarkan di jalan Allah, sesungguhnya kita sudah menabung untuk akhirat kelak. Dalam sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan Muslim menyebutkan, ketika seorang anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputuslah amalanya, kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang saleh.

Artinya, semua kemewahan yang kita miliki sia-sia saja ketika kita sudah putus hubungan dengan dunia. Hanya sedekahlah yang kita bawa bersama. Sehingga dalam surga nanti kita bertanya kepada Allah, istana siapakan yang cukup megah itu? lalu kita diberi tahu bahwa itu milik kita karena sudah pernah berinvestasi semasa hidup di dunia untuk akhirat.

Oleh karena itu masihkah kita bangga dengan harta yang kita miliki? Masihkah kita menyombongkan diri dengan mengatakan semua harta kita adalah dari hasil keringat kita? Masihkah kita pelit dengan harta yang kita punya, tak sedikit pun mau berbagi? Semoga Allah buka pintu hati kita dan menjadikan kita orang-orang yang dermawan. Aamiin ya Rabb.[]