Muhammad Abdurrauf Merasa Dipedulikan dalam Islam

  • Share this:
post-title

Mata Muhammad Abdurrauf (65) berkaca-kaca setiap kali mengingat anaknya. Putra semata wayangnya meninggal dunia beberapa waktu lalu di usia 35 tahun. Ia seakan tidak sanggup mengingatkannya, lantaran putranyalah yang mengenalkan dirinya dengan Islam.

Allah berkehendak lain, usai mereka sekeluarga berislam, kini putranya malah meninggalkannya untuk selamanya. Namun begitu, Abdurrauf berusaha tetap kuat dan tabah, karena ia yakin apa pun keputusan Allah, itulah yang terbaik dan Allah pasti akan memberikan hikmahnya.

Keyakinan itulah yang menguatkan Abdurrauf bertahan dan tetap dalam keimanannya hingga sekarang. Walau apa pun kondisinya, sedikit pun tak goyah imannya untuk kembali lagi ke agama sebelumnya. Ia semakin yakin dengan agama yang dipeluknya saat ini.

“Saya tak mau lagi kembali ke agama sebelumnya dan tidak mau lagi makan makanan yang diharamkan oleh Allah,” ungkap Abddurrauf.

Abdurrauf mengakui keluarganya yang di Sumatra Utara masih mencoba membujuknya agar kembali ke sana dan memeluk kembali agama yang pernah dianutnya. Ia dengan keras menolak, jangankan untuk kembali ke agama sebelumnya, ke Sumatra Utara saja sudah enggan.

Ia begitu menikmati hidupnya saat ini walaupun dalam keadaan serba keterbatasan. Ia tinggal berdua bersama istrinya, Nur Halimah (63) di rumah pemiliki kebun di Desa Arul Badak, Kecamatan Pegasing, Aceh Tengah.

Di rumah 3x4 meter itu hampir setiap malam belajar mengaji dan meperdalam ilmu agama bersama salah seorang dai yang membimbingnya. Pemiliki kebun sayang padanya, begitu pun para perangkat desa setempat. Mereka semua peduli kepada keluarga Abdurrauf.

Jika ada bantuan, nama Abdurrauf menjadi salah satu yang direkomendasikan. Namun  begitu, ia tak bermalas-malasan. Sambil menjaga kebun orang, ia sendiri juga berkebun dengan menanam berbagai macam sayuran.

Pada tahun 2021, ia mendapatkan bantuan pemberdayaan ekonomi muallaf dari Baitul Mal Aceh. Bantuan tersebut ia gunakan untuk kebutuhan biaya menanam cabe, kol, bokoli, dan tanaman tembakau. Alhamdulillah dengan bantuan tersebut meringankan beban ekonomi Abdurrauf menjadi lebih baik. Ia dapat membeli pupuk, bibit, dan peralatan pertanian.

“Alhamdulillah cabe saya tumbuh dengan subur, walaupun ada beberapa petak yang kurang baik. Insyaallah sekitar sebulan ke depan sudah bisa panen,” tambahnya.

Di sela-sela batang cabenya yang sudah besar, Abdurrauf juga menyemai bibit cabe lainnya, agar terus berkesinambungan tanamannya. Begitu siap panen tanaman pertama, tak lama kemudian bisa menyusul tanaman berikutnya untuk dipanen.

Begitulah strategi yang dilakoni Abdurrauf bersama istarinya dalam mempertahankan hidup. Meskipun di usia senja, ia masih gigih dan tidak mau hanya berharap belas kasih dari orang-orang. Ia lebih senang berusaha sendiri dan mendapatkan hasil dari keringat sendiri.[]

 Reporter: Hayat