Meningkatkan Kompetensi Nazir Wakaf Produktif

  • Share this:
post-title

Oleh: Sayed M. Husen
Pendamping Program Wakaf BMA

Wakaf memiliki peran strategis dalam pembangunan dan peningkatan kesejahteraan umat, karena menjadi instrumen sosaial dan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, keberhasilan pengelolaan wakaf produktif sangat bergantung pada kemampuan nazir (wakaf) dalam mengelola dan mengembangkan aset-aset wakaf tersebut. Dalam hal ini, peningkatan kompetensi nazir menjadi kunci utama efektivitas, pemberdayaan, dan keberlanjutan wakaf produktif.

Menurut Ketua Badan Baitul Mal Aceh (BMA), Mohammad Haikal,  nazir menduduki peran penting dalam mengelola, melindungi, dan mengembangkan aset wakaf. Nazir memang tidak termasuk salah satu rukun wakaf, namun setelah memperhatikan tujuan wakaf yang hendak melestarikan manfaat dari hasil aset wakaf, keberadaan nazir sangat penting dan strategis, bahkan menempati peran sentral dalam pengelolaan wakaf.

“Peran nazir baru optimal apabila memiliki kemampuan manajerial dan skill profesional, karena itu, kapasitas nazir perlu terus ditingkatkan dengan berbagai cara, melalui pelatihan dan  magang, serta senantiasa belajar dari kisah sukses nazir lain,” ujar Haikal, seperti dilansir baitulmal.acehprov.go.id. 

Dalam pengembangan wakaf produktif, nazir mestilah memahami konsep wakaf produktif, baik di bidang sosial, pendidikan, kesehatan, maupun produktif di bidang ekonomi. Untuk ini, nazir dapat belajar mandiri,  mengikuti pelatihan, atau seminar yang tersedia guna memahami konsep wakaf produktif, prinsip-prinsip ekonomi Islam, dan investasi.  

Pada sisi lain, nazir wakaf juga perlu terus didorong supaya memiliki pemahaman yang mendalam tentang potensi dan manfaat wakaf produktif dalam memberdayakan masyarakat. Biasanya, dengan kemampuan analisis yang rendah, nazir kurang memahami potensi,  dan strategi pengembangannya. Akibatnya, banyak tanah wakaf yang terbengkalai atau menjadi lahan tidur.  

Demikian pula, nazir membutuhkan keterampilan manajemen keuangan, supaya mampu membuat pembukuan dan pelaporan yang sesuai dengan PSAK 112 tentang wakaf. Untuk meningkatkan kemampuannya, nazir perlu mengikuti pelatihan manajemen keuangan khususnya terkait dengan investasi, pembiayaan, dan pengelolaan risiko dalam konteks wakaf produktif.

Akan lebih sempurna lagi, apabila dalam tim nazir tersedia sumber daya insani yang mampu merancang dan mengimplementasikan model bisnis yang sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan syariah.

Kompetensi lainnya yang mesti dimiliki oleh nazir adalah keterampilan membangun kemitraan dan jaringan. Nazir harus merintis dan bergabung dengan jaringan nazir wakaf dan  pemangku kepentingan terkait, seperti pelaku bisnis, akademisi, dan lembaga keuangan Islam. Nazir juga harus bisa membangun kerjasama lintas sektor untuk mendukung pengembangan proyek wakaf produktif, baik kerjasama dengan instansi pemerintah, swasta, dan organisasi non pemerintah. 

Satu hal yang tak kurang penting adalah, nazir menguasai metodelogi pendekatan pemberdayaan masyarakat. Artinya, nazir harus mampu melakukan pendekatan partisipatif dengan melibatkan komunitas masyarakat dan penerima manfaat wakaf dalam melakukan perencanaan, implementasi, dan monitoring pengembabangan wakaf produktif. Dengan memahami kebutuhan dan aspirasi masyarakat,  serta penerima manfaat wakaf, maka nazir akan mendapatkan dukungan sepenuhnya dari masyarakat sekitar wakaf. 

Karena itu, peningkatan kompetensi nazir menjadi landasan penting dalam mengembangkan wakaf produktif di Aceh. Kapasitas nazir dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan sertifikasi yang bisa saja difasilitasi oleh Baitul Mal atau nazir mengikutinya secara mandiri. Dengan nazir kompeten dan kelembagaan wakaf yang profesional dapat meningkatkan peran efektif dalam memajukan pengelolaan dan pengembangan wakaf, sehingga wakaf akan benar-benar berkontribusi dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial dan ekonomi. 

Pengalaman selama ini menunjukkan, jumlah nazir yang kompeten dan lembaga wakaf yang profesional masih cukup terbatas, yang berdampak terhadap lambannya upaya memproduktifkan wakaf. Untuk itu, diperlukan inisiatif dan fasilitasi oleh BMA  dalam menyediakan forum belajar nazir, pendampingan, dan pelatihan sertifikasi nazir. Tantu saja dengan skala prioritas, misalnya membantu meningkatkan kompetensi 14 nazir yang sedang melakukan pengelolaan wakaf produktif di bawah binaan BMA di seluruh Aceh.