Jihad Intelektual BMA

  • Share this:
post-title

Oleh:  Abdul Rani Usman

Anggota Badan BMA

Muslim diwajibkan menunaikan dan menyalurkan zakat sesuai dengan asnaf yang disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 60. Senif fisabilillah merupakan salah satu dari asnaf zakat sesuai firman Allah dan hadis Nabi, serta diperkuat oleh regulasi negara. Fisabilillah diartikan sebagai jalan menuju keridhaan Allah melalui sikap  dan tindakannya. Menuju keridhaan Allah menjadi salah satu perintah penting dalam Islam guna dapat bertakarub kepada Allah dalam berbagai bidang amalan, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan.

Jalan menuju kebaikan mempunyai strategi sesuai dengan kemauan, kemampuan, dan kondisi lingkungan sosial seseorang. Pemahaman terhadap fisabilillah banyak ragam. Ada yang berpendapat maknanya adalah jihad atau berperang, mencari ilmu pengetahuan guna meningkatkan keimanan kepada Allah dan mengembangkan dakwah Islamiyah di dunia ini. Artikel ini, ingin mengkaji bagaimana penerapan pengelolaan zakat di BMA, khususnya senif fisabilillah.

Senif Fisabilillah

Pedoman dasar asnaf zakat dalam surat at-Taubah ayat 60 salah satunya adalah senif fisabilillah. Pemahaman tentang fisabilillah menurut al-Quran dan hadis sama. Artinya, asnaf zakat harus ditunaikan sesuai petunjuk Allah dan Rasul. Perbedaan penfasiran kemudian terjadi berdasarkan ijtihad para ulama. Menurut Imam Kasani yang dikutip Qardhawi, sabilillah merupakan semua amalan perbuatan yang menunjukkan takarrub dan ketaatan kepada Allah. Sabilillah adalah semua orang yang berbuat ketaatan kepada Allah dan semua jalan kebajikan, apabila membutuhkannya (Qardawi, 2007). Namun demikian, sebagian berbendapat, bahwa senif ini menitikberatkan pada mujahid dan termasuk pengawal perbatasan guna mencegah masuknya musuh menyerang negara.

Qardhawi sebagai pemikir zakat kontemporer menyebutkan, kadangkala jihad itu dilakukan dalam bidang pemikiran, pendidikan, sosial ekonomi, politik sebagaimana halnya dilakukan dengan kekuatan bala tentara. Saat ini, menurut Qardawi, berperang dengan pikiran dan dengan jiwa lebih penting, lebih besar manfaatnya dan lebih dalam dampaknya daripada berperang dengan kekuatan bala tentara. 

Sasaran lain adalah mendakwahkan hukum Islam dan membelanya, baik dengan lisan maupun tulisan, mendirikan pusat kegiatan bagi kepentingan dakwah ajaran Islam dan menyampaikan risalahnya pada non-muslim yang berkecamuk di dalamnya berbagai macam agama dan aliran, sesungguhnya termasuk jihad fisabilillah (Qardawi, 2007). Menurut Qardhawi, jihad intelektual merupakan kegiatan fisabilillah yang perlu dipikirkan dan direalisasikan sesuai kebutuhan dan tantangan umat Islam saat ini.

Dewan Pertimbangan Syariah (DPS) BMA merumuskan landasan operasional senif fisabilillah di antaranya untuk meningkatkan kualitas sumber daya umat Islam yang berbentuk kegiatan keorganisasian ormas Islam untuk peningkatan kualitas aqidah, ibadah, akhlak, leadership, serta manajemen. Selain itu, pelatihan dai/mubaligh di daerah terpencil dan perbatasan, sarana dan prasarana ibadah untuk daerah terpencil dan perbatasan. Pemanfaatannya diarahkan untuk pendidikan dan pelatihan. Definisi ini tidak melenceng dari tuntunan al-Qur’an dan hadis. Intelektual muslim yang masih kental dengan dinamika pemikiran masa klasik membutuhkan siraman perkembangan ilmu pengetahuan dalam menafsirkan makna fiisabilillah yang tidak bertentangan dengan firman dan hadis, serta seirama dengan suasana kekinian.

Jihad Intelektual BMA

Setelah mempelajari makna jihad yang terkandung dalam al-Quran dan yang ditafsirkan oleh para ulama, terutama menurut Yusuf Qardhawi, maka dinamika pengelolaan fisabilillah berdasarkan makna operasional DPS-BMA bisa dipahami.

Terkait dengan jihad intelektual BMA, mengutip pendapat Parvez Manzoor: jika pembaharuan syariah tanpa dibarengi dengan memperkenalkan reformasi sosial, ekonomi, dan pendidikan, tidak akan banyak manfaatnya. Menurut Muhammad Arif, memperkenalkan perbankan Islam tanpa merombak sistem distribusi sumber daya yang tidak seimbang, juga tidak akan banyak manfaatnya (Sardar, ed, 2000: 120). Jika merujuk kepada Edward W. Said, intelektual sejati menciptakan tatanan dalam masyarakat. Mereka makhluk langka. Tentunya karena apa yang mereka junjung adalah standar kebenaran dan keadilan abadi (Said, 2014: 2-3). 

Redefinisi fisabilillah memerlukan jihad intelektual agar maqashid syariah zakat dapat direalisasikan sesuai dengan konteks zaman. Pemahaman terhadap fikih dan kemampuan amil menjadi taruhan BMA dalam berkolaborasi dengan berbagai sistem dan beradaptasi dengan berbagai tantantangan.

Dinamika sosial di Aceh berkembang pesat, sehingga sumber daya manusia, sistem ekonomi dan perubahan politik terus berubah. Merujuk kepada dinamika dan perubahan sosial tersebut, amil BMA tentu harus mampu mempersiapkan sumber daya manusia guna mengantisipasi pertarungan ideologi, baik dari Barat maupun dari Timur. Artinya BMA perlu melakukan jihad intelektual diantaranya dengan memberikan beasiswa untuk konsentrasi bidang tafsir, ilmu hadis dan perbandingan fiqih khususnya, hingga tingkat doktoral di Universitas Al-Azhar. 

Menyediakan beasiswa merupakan keniscayaan, agar BMA dapat mencetak ulul albab dan menerapkan prinsip-pripsip ajaran Islam dalam masyarakat yang sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk di bidang zakat. Memberikan beasiswa dalam bidang tafsir, hadis dan perbandingan fiqih menjadi modal bagi Aceh dalam menjaga syariat agar berjalan kaffah. 

Jadi dihad intelektual sebagai dasar rasional bagi amil BMA untuk menyediakan sumber daya manusia yang andal. Menyediakan beasiswa untuk menuntut ilmu, menegakkan aqidah islamiyah dan melaksanakan dakwah merupakan bagian dari sabilillah. Semoga fisabilillah dapat terlaksana dengan mempersiapkan manusia berjihad dengan intelektual guna menegakkan aqidah islamiyah. Wallahua’lam.

Editor: Sayed M. Husen 

Tags: