Fenomena Ibnu Sabil di Aceh

  • Share this:
post-title

Oleh: Dr. Abdul Rani Usman M.Si 
Anggota Bandan Baitul Mal Aceh 

Artikel ini mengkaji Ibnu Sabil yang terkait dengan pengungsi Rohingya. Etnis Rohingya menjadi perhatian dunia internasional, karena mereka melarikan diri seraya mencari suaka ke Eropa, namun ia sering terdampar di Aceh. Kajian ini menggunakan pendekatan fikih zakat dan sosial di Aceh. Secara agama, Ibnu Sabil diurus oleh Baitul Mal tempat Ibnu Sabil itu berada. Ibnu Sabil merupakan salah satu dari asnaf zakat dalam surat at-Taubah ayat 60 dan disebutkan juga  antara lain dalam Al-Quran, surat al-Isra': 26, ar-Rum: 38, al-Baqarah: 215, al-Ankabut: 20. 

Ibnu Sabil adalah orang yang  melakukan perjalanan  untuk mencapai tujuan kebaikan, namun ia kehabisan bekal dalam perjalanannya. Sesungguhnya ia diperhatikan oleh Islam. Imam Thabari telah meriwayatkan dari Mujahid, Ibnu Sabil mempunyai hak dari zakat, walaupun ia kaya, apabila ia terputus bekalnya. Menurut Zaid, yang dikutip Qardhawi (2007), Ibnu Sabil adalah musafir, apakah ia kaya atau miskin, apabila mendapat musibah dalam bekalnya atau hartanya sama sekali tidak ada atau karena sesuatu musibah atas hartanya.  Bisa juga ia sama sekali tidak memiliki apa-apa.

Ayat al-Quran terkait Ibnu Sabil di antaranya: “Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin  dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik  bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah. Dan mereka itulah orang yang beruntung.” (QS Ar-Rum: 38). Menurut Syihab, makna ayat ini adalah Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin umat atau kepada siapa saja tentang hakikat rezeki dan perolehannya. Perintahnya adalah berikanlah kepada keluarga yang terdekat haknya, karena merekalah orang yang paling wajar mendapat bantuan serta jalinan kasih sayang, lalu kepada orang miskin baik dia kerabat atau bukan, serta berikan juga kepada orang-orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan. Itulah pemberian yang lebih baik bagimu wahai Nabi dan bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah (Shihab, 2007: 69-70). 

Ayat ini menurut Shihab bukan khusus tentang zakat. Ayat tentang zakat disebut dalam at-Taubah ayat 60, mencari keridhaan Allah dengan jalan memberikan sesuatu kepada kerabat terdekat, orang miskin dan orang yang kehabisan bekal di perjalanan. Namun demikian anjuran mencari keridhaan Allah salah satunya dengan memberi rezeki kepada keluarga dekat, terutama ibu-bapak,  kerabat baik yang jauh maupun yang dekat, memberi atau membantu orang yang miskin, serta memberikan haknya atau rezeki yang kita miliki kepada orang yang ada di perjalanan yang kehabisan bekal. Membantu manusia yang semacam ini adalah mencari keridhaan Allah.

Politik Ibnu Sabil di Aceh

Menurut Qardhawi, orang yang dipaksa meninggalkan tanah airnya, berpisah dengan harta miliknya karena dikuasai tentara atau orang-orang zalim yang memperbudak mereka seperti para penindas. Mereka mempunyai harta dan hak milik lain di negerinya, akan tetapi dalam kenyataan mereka tidak mampu untuk mendapatkan hartanya. Mereka kaya dalam kepemilikan, akan tetapi fakir dalam kenyataan. Dalam kaitan dengan orang-orang yang memiliki keadaan seperti ini, selama tahun 2020-2023 banyak etnis Rohingya yang transit di Aceh, yang selanjutnya ditangani oleh UNHCR untuk diberangkatkan ke negara penerima suaka.

Sejak konflik di Myanmar antara militer dengan sipil 2016-2017, banyak etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh menuju Malaysia melalui perairan Aceh. Pengungsian etnis Rohingya setelah konflik memuncak di Myanmar pada 1 Februari 2021. Kementerian Luar Negeri menyatakan sudah sembilan kali kapal yang mengangkut imigran Rohingya mendarat di Aceh selama 2020-2022. Total warga Rohingya yang sampai dengan selamat adalah 1.155 orang (Tempo, 5 Maret 2023).

Menurut Direktur HAM RI, Achsanul Habib, etnis Rohingnya punya koneksi dan jaringan di Aceh. Mereka dipandu dengan GPS. Mereka melakukan drop out, lalu mereka diselundupkan ke Malaysia. Kementerian Luar Negeri RI menduga sejumlah pihak asing memang dengan sengaja mengarahkan pengungsi Rohingya ke Aceh sebagai tempat persinggahan sementara (Serambi Indonesia, 28 Pebruari 2023). Pengungsi Rohingya ini merasa tertindas karena mereka tidak dapat mengekpresikan potensi ekonomi, politik, budaya,  serta agama di negerinya, sehingga mereka mencoba untuk menyelamatkan diri mereka ke negara asing tempat ia dapat diterima. 

Mereka terusir dari tanah kelahiran karena perang, meninggalkan pekerjaan seperti nelayan dan berdagang untuk menjadi warga tak bernegara di sebuah kamp kawasan Kutabalong, Bangladesh. Kehidupan tersebut seperti dalam penjara. Mereka tidak bisa bekerja dan hidup dengan bantuan terbatas. Mereka juga tidak boleh kembali ke kampung asal (Iskandar, 2022). Konflik  Myanmar menjadi alasan logis bagi etnis Rohingya untuk mencari jalan pintas menemukan penghidupan di negeri baru. Fenomena ini menjadi dilema bagi masyarakat Aceh karena menerima pengungsi dari Myanmar. 

Menurut Debbie Stohard, 2022 merupakan tahun paling berbahaya bagi orang Rohingya, baik yang berada di dalam negara Myanmar maupun yang menjadi pengunsi (Tempo, 27 Pebruari 2023). Informasi terkini menyebut 21 imigran Rohingya kembali mendarat di Gampong Padang Kawa, Kecamatan Tangan-Tangan, Kabupaten Aceh Barat Daya, Senin (13/3), (Rakyat Aceh Online, 13 Maret 2023). Laporan Serambi Indonesia pada 14 Maret 2023 menyebutkan, boat yang ditumpangi penumpang Rohingya langsung berangkat setelah menurunkan penumpang. Informasi terkait etnis Rohingya yang sebelumnya telah ditampung di UPTD Ladong, pengungsi yang melarikan diri sebanyak 28 orang dengan memanjat pohon. 

Dilema Baitul Mal Aceh

Mengkaji makna Ibnu Sabil menurut Qardhawi, maka orang yang terusir dari negerinya dapat diberikan zakat. Mereka boleh diberikan zakat dari senif Ibnu Sabil. Mereka terpaksa lari ke luar negeri karena perang dan tidak mempunyai bekal untuk bertahan hidup. Pengamatan penulis di lokasi pengungsian di Lamnga Aceh Besar 9 Januari 2023 lalu, kondisinya sangat menyedihkan karena mereka tidak memiliki pakaian dan makanan yang memadai di pengungsian. Pengungsi laki-laki ada yang memakai pakaian bekas hasil sumbangan anak SMA. Fenomena ini menunjukkan, mereka memang membutuhkan bantuan, sehingga masyarakat dan pemerintah sewajarnya membantu mereka sebelum datang bantuan UNHCR.

Pada awal kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh, BMA pernah membantu mereka dengan dana zakat. UNHCR di Aceh juga sudah duluan menangani pengungsi, baik di Lhokseumawe ataupun di Bireuen. Dinamika lainnya, UNHCR merupakan lembaga resmi PBB yang fokusnya memang menangani pengungsi dunia. Tetapi, jika ditelaah terkait bantuan insidentil, amil BMA bisa memantau suasana mustahik secara langsung. Amil dapat menyalurkan bantuan tanggap darurat sebelum lembaga lain membantunya. Bantuan yang sangat mendesak adalah makanan dan pakaian. Ini akan memperkuat BMA untuk membantu Ibnu Sabil yang kehabisan bekal di Aceh. 

Editor: Sayed M. Husen 


Tags: